Tenggelam Bersama Takutku
Bintang
kini bersinar terang, kilauan sinarnya terkadang membuat hati setiap insan
merekah. Malam ini malam yang indah, bintang dan bulan tetap berada
ditempat, tetapmenyinari bumi di malam yang gelap. Hingga hembusan
anginpun ikut menemani seakan semua bernyanyi bersama dimalam gelap. Aku
menatap dengan penuh pesona, pesona akan keindahan Sang Maha Kuasa.
Suasana ini meyontak semua fikiranku, jiwaku lenyap didalamnya. Aku berhembus
mencoba pergi namun semua tetap menginginkanku berada disini. Malam ini
ungkapan rasaku terputar, memori otakku mulai melambung jauh. Malam yang indah
namun aku berjatuhan airmata. Aku kembali pada satu rasa yang membuatku enggan
bercerita, satu rasa yang kembali membuatku gundah, perasaan kalut yang semakin
hari menyelimuti hati dan fikiranku. Aku dibuatnya kacau, pusing dimabuk
kepayang, sulit terungkap, menahan letupan gejolak rasa dalamdada sendiri. Kini
menangis pun terasa tak guna, karna aku terus dalam rasa takut yang slalu
menyapaku saat sendiri, rasa takut pada sesuatu yang belum jelas saat itu.
Malam berganti pagi, sang bulan tenggelam dan berganti sang mentari, aku tetap
pada rasa yang sama, rasa dimana yang mungkin akan membuatku hancur, rasa
dimana yang mungkin akan membuatku jatuh, rasa dimana yang mungkin akan
membuatku menitihkan airmata kembali, rasa dimana yang akan membuatku kecewa
atau bahkan mengecewakan. TAKUT!! Yah tepat rasa itu slalu bersamaku,
takut?Takut? Aku masih dalam keadaan yang sama rasa takut yang belum bisa pergi
dari perasaan ini hingga gelisah, gundah segala lara tak terbendungkan.
Aku menangis dibawah kemilau bentangan biru, memeluk sang pujaan yang dalam
kondisi meringis (diriku),dalam rengkuh hadir tak menawan, kegelisahan kini
semakin memuncak. Ketakutanku seakan membeludak ingin terucap namun sayang ini
sulit terungkap aku menahan sakitnya. Sendiri disini, sendiri, menggeluti rasa
takut. Semua ingin aku ungkapkan pada semuanya, namun ini menjadi prihatinku
sendiri, takut takut takut ????!!!!!!!! ini sulit diungkapkan.
Sang mentari mulai terbenam,pesona langit dengan jubah jingganya mengunggah
pesona berhambur cahaya jatuh dihadapan retina.Aku tetap pada rasa yang sama,
rasa dimana seluruh anggota tubuhku ikut serta didalamnya. Takut.! Satu kata
itu slalu menghantui, begitu kejam menyeramkan, berharap semua itu tak datang
menyata, namun sayang itu tepat terjadi saat semua membawaku pada satu
pertemuan, semua mata tertuju padaku yang dalam keadaan tak bersemangat dengan
rasa takut itu, saat mereka berkata memutuskan satu pilihan, aku mewanti wanti
pembicaraan, seakan aku ingin lepas dan kabur dari topik itu, tapi itu sulit.
Maka ku kuatkan diri ini dari badai yang siap menerpaku. “buuunnng” tepat jatuh
depan sasaran, mukaku memerah,mataku mulai berkaca-kaca, kini ketakutan itu
tepat dirasa dan menjadi nyata.Dunia seakan gelap tatapanku mulai kosong, semua
kini seakan hancur, bagai cermin yang hancur berkeping-keping. Tidak, aku tak
menyangka kini terjadi, aku ingin menangis, menjatuhkan segala airmata yang tak
lagi kuat ditampung dalam bendungan kelopak mata. Aku berkata tidak pada satu
keputusan itu, namun tak bisa dan tetap memaksa untuk aku maju. Aku memikirkan
kelanjutan kedepan,bagaimana nanti yang terjadai, ah semua, semua aku takutkan
dan sulit aku ungkapkan satu persatu. Mungkin mereka pun tak akan mengerti yang
akan aku rasakan dan aku ungkapkan kepadanya. Aku berbalik arah dari hadapan
mereka, aku menahan airmata ini, sendiri.
Aku berlarut pada airmata dan terbelenggu dalam rasa itu, rasa yang sudah
berubah menyata, rekanku menguatkanku tapi aku? Aku tetap tak bisa menguatkan
diriku,aku dibuat jatuh tenggelam sendiri dimalam yang sepi, aku larut dalam
hadangan berjuta kemerlap bintang, aku tak menikmatinya, aku sedang dalam
suasana kalut.Tanpa malu kumenangis sepanjang jalan pulang, semua seakan
menekanku, sesak pun kurasa, sulit, sulit terungkap biar airmata menjadi
ungkapan semua rasa yang tak bisa aku jelaskan.
Aku fikirkan dengan matang, dua hari satu malam, tetap pada satu keputusanku
“tidak”namun? Berakhir tak sesuai harapan. Aku harus tetap berjuang
mempertaruhkan kepercayaan yang mereka buat untukku. Sekalipun harus jatuh aku
harus tetap bisa kembali bersandar pada satu senyumku, menutupi semua goresan luka.
Ungkapan yang kupunya tersimpan rapih, takutku perlahan ku sembunyikan
dan aku menanti akan hasil yang membawa takutku hilang.
Berdiri tak sendiri, terjatuh tak sendiri, menuaipun tak sendiri, sampai
berjuang tak sendiri. Tugas, hak, kewajiban direnggut akan banyak perubahan
perasaan hati. Yang mungkin hanya dimengerti pribadi masing-masing yg mengalami
hal ini. Aku,dia, dan dia. “salam semangat” tak terhapuskan oleh sejumlah
perjuangan yang dilewati. Memang hidup slalu memberikan arti, rintangan ,
tantangan sejalan bersama langkah-langkah kita. Aku, dia dan dia.
Perjuangan, pengorbanan satu paket, yang diharapkan adalah buah yang manis.
Mencoba untuk tersenyum yang sebenarnya lelah, mencoba untuk tertawa yang
sebenarnya menahan airmata, mencoba untuk tenang yang sebenarnya gelisah, semua
tersembunyikan saat lagi bersama. Aku,dia dan dia.
Alhasil mereka menuai keceriaan meski yang aku rasakan adalah mereka kecewa.
Dalam rasaku yang tak kembali tersenyum, secarik ku rekatkan dalam kata “maaf”.
Ini perjuanganku, sabarku, semua tumpah pada satu hal ini. Mungkin tak sesuai
harapannya.
Semua berakhir, lelahku dengan airmataku, menyembunyikan yang mungkin itu
adalah kecewanya. Maaf. Dan kini aku tenggelam bersama takutku yang berujung
nyata. :’)
@sagita_deskia
Komentar
Posting Komentar