Aku Mundur !
“Biar aku yang pergi, bila tak juga pasti. Adakah selama ini aku cinta sendiri. Biar aku
menepi, bukan lelah menanti. Namun apalah artinya cinta pada bayangan. Pedih,
aku rasakan kenyataannya cinta tak harus slalu miliki.”
Iringan
nada yang tanpa sengaja terputar dari media player itu menaruh suasana sendu.
Awan hitam pekat mulai menggantung, merusak siang yang harusnya cerah. Mentari
yang tak lagi bertugas, bahkan langit pun demikian. Tak sedikitpun terlihat
pesona birunya. Semua terganti, tertutup awan-awan hitam. Mendung. Kesekian
kalinya hari tumpah ruah oleh tetesan air langit. Hujan. Membasahi semua isi
bumi. Begitu denganku. Suasana seperti ini yang selalu tepat untuk aku berdiam
di keheningan, menikmati setiap tetesnya. Menikmati setiap lirik pada lagu
kahitna yang terdengar jelas oleh telinga.
Aku
kembali berlabuh dan lagi-lagi aku tak pernah tahu mengapa hati berlabuh.
Cepat, tanpa aku tahu proses. Kalau saja hati bisa menahan, mungkin tak semudah
aku menjatuhkan hati pada beberapa pria disekelilingku. Oh, tidak. Aku sudah
terlanjur nyaman. Aku nyaman dengan setiap katanya yang terkadang menyakitkan.
Aku nyaman setiap tawanya yang slalu berhasil membuatku ikut tertawa. Aku
nyaman setiap kali aku dengannya. Bahkan apapun tentangnya aku merasa nyaman,
tanpa harus aku tahu apa kurangnya. Cinta ? apa ini cinta ? Tuhan, aku tak
paham. Inikah yang Kau titipkan ? atau hatiku yang memilih ? jika benar aku
yang memilih, biarkan sakit ini terus terpendam.
Kau,
Aryo. Pria yang slalu dekat denganku yang sampai detik ini kau tak pernah tahu
bagaimana perasaan ini ada untukmu. Aku pandai bersembunyi, dibalik topengku
sendiri. Katanya kau mengetahui banyak hal tentangku, tapi tidak dengan ini.
Bagaimana luka, perih, sekalipun itu bahagia saat bersamamu kau tak tahu. Iya
bukan ? aku pandai begitupun dengan kau, Yo. Aku mengenalmu, tapi aku tak
mengenal perasaanmu. Sulit, aku terlanjur buta oleh semua rasa. Rasa yang slalu
berhasil kau jatuhkan, rasa yang slalu berhasil tenggelam tanpa aku tahu dan
kau tahu.
“jatuh cinta
itu indahkan, Yo ? Tapi lebih indah lagi kalau orang yang kita cinta juga
merasakan hal yang sama. Haha” kataku saat asik bercerita dengannya.
“hah? Kesambet
setan apa lu ngomong gitu ? wkwk.” Balasnya meledek.
“ah elu, itu
gue tadi abis kesambet setan film. Kata-kata itu bener loh, Yo. Iya kan ?”
tanyaku lagi seraya menepuk pundaknya.
“film ? pantes
melow. Mungkin.”
“kambing, lo
ah. Mungkin ? Ah dasar jombi!”
“jombi ? apaan
?”
“jomblo abadi.
Hahaaa”
“itu kan elo.
Gue sih single meen.”
“sesama jomblo.
Lu single ? dunia runtuh.”
Ya, beginilah,
kau dan aku slalu tertawa. Hal kecil yang slalu kau buat candaan, tanpa aku sadar
aku merasakan kepuasan. Setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bahkan bulan
pun kita tak pernah lepas. Mengapa, Yo ? apa kau merasakan kenyamanan juga,
kenyamanan yang aku rasakan padamu ? kau tahu, kita seperti lem. Dimana ada
kamu, ada aku.
Saat itu aku belum mengetahui banyak hal
mengenai dirimu, kita belum lama kenal. Tapi, kita sudah sangat akrab. Yo,
sadarkah akan waktu yang slalu membawa kita bersama ? kau mengabaikannya,
sampai kau tak tahu bagaimana perasaan itu ada. Menyimpan itu sakit, Yo.
Bodohnya, aku slalu tak berhasil menyimpan. Semua meluap bak air sungai.
Sekalipun meluap dan airmataku terjatuh kau hanya mengetahui bahwa aku memiliki
masalah keluarga. Nyatanya ? tidak. Airmataku jatuh karna kau, batinku yang
sakit. Perasaanku yang menggebu, menginginkan kau tahu, namun sulit mengungkap.
Waktu slalu berpihak pada kita ya, Yo.
Semakin aku memaksa diri untuk lepas darimu justru semakin membuatku dekat
denganmu. Bodoh. Aku slalu gagal. Aku capek, aku lelah. Kau tak pernah tahu
bagaimana orang-orang membicarakanku. Kau hanya merasakan hal yang biasa dan
kenyamanan (mungkin) saat bersamaku. Tapi, aku ? dekat denganmu adalah sebuah
kejahatan. Ada perempuan lain yang menyukaimu. Aku sakit, saat aku mengetahui
itu. Tapi, disisi lain aku juga tak ingin menyakiti perasaannya. Aku tahu
bagaimana rasanya dan itu sangat menyakitkan. Itu alasanku, mengapa aku ingin
jauh darimu. Namun, salah. Aku terlanjur janji padamu, komitmen kita dahulu
sebelum menjalin kedekatan ini. Ingatkah ? sehari sebelum kita benar-benar
dekat ? kau memberikanku sepucuk surat sesaat kita mengerjakan tugas bersama.
“jangan dibaca
sekarang, nanti aja pas gue uda pergi.” Katanya seraya memberikan surat.
“ah, gak asik
lo, sok misterius. Iyuh.” Balasku
“haha, gue kan
emang misterius. Yaudah deh, gue balik biar lu bisa baca.”
“kambing ah,
surat apaan coba.”
“baca aja,
nanti juga tahu. Yauda gue pamit. Bye.”
“dasar orang
aneh.” Teriakku
Ini pertama kalinya aku diberikan surat
oleh seorang pria. Dan itu darimu. Kau orang pertama yang memberikanku surat.
Romantis. Aku tak kuasa menahan bibir kecilku. Aku bahagia, aku tersenyum. Ah,
saat itu perasaanku campur aduk, tak jelas. Satu, yang aku tahu. Kau buatku
semakin jatuh cinta.
Perlahan aku membukanya, kata demi kata ku
baca dengan seksama. Tanpa ada pengganggu hanya suara gemericik air yang jatuh
dari langit. Ya. Hujan, hujan yang menjadi pengiring untukku membaca surat
darimu.
Taraaaaaaa,
pasti kaget. Jangan heran sama orang misterius macam gue, La. Haha. Udah jangan
senyum-senyum gitu bacanya. Untung gue uda pergi ya, kalau belum uda gue banjur
air liat ekspresi lo. Hehe.
Gue ga tau
harus ngomong apa sama lo, yang jelas gue mau bilang makasih. Kita emang baru
kenal dekat, tapi kita uda saling cerita banyak hal. Semoga kenyamanan kita
terus berlanjut ya, La. Hahaa
La,
maukahkau menjadi sahabatku ? sahabat yang senantiasa ada buatku ? ya,
selayaknya sahabat. Gimana, La ?
Glek. Aku
menelan ludah. Tercengang dengan suratnya. Tak menyangka, tapi ini ? ah, Yo,
ada-ada saja. Kau benar-benar memerani kemisteriusanmu ya. Hebat. Aku sampai
tak bisa menebak itu kau. Pria yang ku kenal punya selera humor tinggi, yang
selalu menyimpan kata untuk membullyku ternyata sedikit misterius bahkan
sedikit romantis. Aryo, aryo. Apapun yang kau lakukan. Kau tahu ? hatiku
bergetar.
Pertanyaan macam ini sebenarnya bisa kau
utarakan dengan langsung kan, Yo ? maksudmu apa dengan selembar kertas ? aneh.
Tapi, aku suka dan kau tahu ? sampai saat ini surat itu aku tempel di dinding
kamarku.
Semenjak surat itu ada, semenjak surat itu
mengubah semua rasa yang kupertahanin, kita semakin dekat. Seketika kau bilang
“kita jangan sampai ada rasa ya, kitakan sahabatan.” Kau tahu ? kau bilang
seperti itu rasanya seperti ditusuk jarum bahkan lebih. Kau telat, Yo. Hatiku
sudah terlanjur berlabuh dan kau tahu itu. Aku berusaha mengabaikan
perkataanmu, namun gagal. Perkataanmu slalu terbayang hingga sekarang. Bagaimana
bisa, keadaan memaksa kita untuk slalu bersama. Terlalu banyak waktu yang kita
habiskan berdua. Tapi kau bilang, kita jangan sampai ada rasa. Bodoh. Kenapa
kau harus berucap itu, kenapa harus denganku ? bodoh, kenapa juga harus kau
yang menjadi tempat labuhan. Aku benci, aku benci perkataan itu, aku benci
mengenalmu, aku benci dengan waktu, aku benci dengan keadaan, aku benci dengan
perasaan, aku benci sudah berkata iya, aku benci dengan semuanya. “Aku suka,
yo. Aku suka!” andai kau tahu itu.
Banyak
hari yang kita lalui. Banyak orang yang semakin tahu kedekatan kita dan
beranggapan lebih. Aku suka, tapi rasanya ini menyudutkanku. Aku seakan menjadi
orang yang paling jahat telah dekat denganmu. Ada perempuan lain yang
menyukaimu dan aku tahu itu. Perempuan yang jauh lebih cantik dariku. Dia baik,
Yo, dia veminim dan itu kesukaanmu, bukan? Perempuan yang sempat dekat denganmu
itu ternyata menaruh harapan lebih padamu. Aku sakit, tapi aku rasa dia jauh
lebih sakit. Tatapannya berubah saat aku dekat denganmu. Tatapan cemburu, Yo.
Tatapan yang tak pernah aku temukan sebelumnya. Tatapan itu seakan jarum
buatku, aku salah, aku benar-benar salah. Aku menyakitinya dan aku mulai
tersudutkan keadaan.
Apa
arti sebuah hubungan yang tanpa sebuah ikatan ? kau tak menginginkan itu. Aku
tak bisa membaca jelas apa maumu. Selama didekatmu kenyamanan itu datang dengan
sendirinya. Aku paham apa yang perempuan itu rasakan. Aku ingin menjarak, tapi
kau ? kau slalu membuatku gagal. Aku berusaha memupuskan perasaan itu. Karena
semakin dekat denganmu semakin banyak orang yang terluka.
Perasaan
itu biar saja terpendam, biar saja menjamur dalam hati. Nyatanya apapun yang
kuungkap kau jadikan itu angin lalu. Yang seketika hadir lalu sekelibat hilang.
Surat itu, mungkin mencukupkan kita untuk sebagai teman dan sahabat. Aku cukup
merasakan, aku perlahan belajar. Cinta tak harus memiliki bukan ? menjaga
perasaan orang lain jauh lebih penting. Aku juga perempuan, aku tahu bagaimana
sakitnya. Aku mundur untuk semua orang yang menyayangimu jauh dari aku
menyayangimu. Maaf, aku sudah melanggar perkataanmu. Mungkin cukup sampai
disini perasaan itu ada. Biarkan ia menjadi debu yang mudah hilang dan jatuh
ditempat lain.
“Perkenalan singkat slalu membawa akhir pada
perasaan.
Aku mundur.”
Komentar
Posting Komentar