Gara-Gara Bakso

GARA-GARA BAKSO

Mentari tetap pada posisinya. Menyinari dunia dengan sinar kehangatannya yang khas. Aroma pagi hari pun begitu melekat seiring semilir angin yang terhirup oleh organ pernafasan. Tak terlewatkan iringan suara ayam pun menjadi pelengkapnya. Selalu tepat menyapa lembut ketika jendela kamar mulai terbuka dipagi hari.
Hari berganti, seiring detik jam yang terus berputar. Bergilir, hari-haripun terlewati. Sejuta cerita akan menjadi kenangan. Kini, semua berjalan sesuai kehendak-Nya dan akulah sebagai pemeran utama dalam kehidupanku sendiri.
Dunia seakan terbalik, perjalanan yang berbeda antara aku dengan yang lain. Layaknya bumi dan langit yang terpandang berjauhan. Melihat sisi orang lain tak sama dengan yang kuhadapi. Tapi, bagimanapun orang lain juga tak akan bisa mengalami apa yang aku jalani. Kehidupan itu indah, jika kita menjalaninya dengan kebaikkan. Kehidupan itu sederhana, bagaimana kita bisa memberikan satu kebaikkan dan diberikan kesenyuman. That’s life is simple.
Tak seperti kebanyakan wanita diluar sana, yang slalu berusaha tampil cantik agar menarik dan ditaksir lawan jenis. Penampilan cuek, apa adanya tak pernah dipandang menarik, tapi aku nyaman dengan sikap ini. Tak perduli seperti apa yang lain, aku hanya berusaha menjadi diriku sendiri. Yup.
Lebih dikenal seperti lelaki itu sesuatu yang menurutku lucu,unik, asik, mungkin tepat juga. Yaah, inilah aku ”GIO” seorang gadis belia yang dikenal setengah jadi, setengah wanita setengah pria. Jangankan teman-teman disekolah bahkan keluarga kecilku saja meragukanku. Haha. Bukan masalah, jika mereka memang mengenal itu, yup. Aku sadar dan aku nyaman-nyaman saja asal tidak melewati batas jalur. Hahaa.
Artha Sagita Harnum Gioni. Salah satu wanita dengan segala ketomboyannya dikelas. Wanita yang slalu memandang bahwa menjadi seorang wanita itu ribet, sulit, super rempong (kalau bahasa gaulnya sih gitu).  Harus ginilah, harus gitulah, gak boleh inilah, gak boleh itulah. Cobaa, bayangkan betapa kesiksanya aku sebagai perempuan ( fix! ini lebay) hahaa. Burung aja membiarkan yang lainnya terbang bebas sesukanya, asalkan tak lupa ia kembali. Nah, aku ? ingin melangkah keluar rumah aja, harus laporan dulu. Hellooow, aku kan bukan tamu yang harus lapor ke RT. Lalu, apakah kalian merasakan hal yang sama ? hem, aku tau jawabannya. Pasti enggak.

Seperti biasanya ibu tuh pagi-pagi slalu teriak-teriak cuman buat bangunin gue. Alarm yang tak akan pernah berhenti sebelum gue bener-bener bderanjak dari kasur. Heran, gak bisa dengan cara halus banguninnya. Kayak maling aja di teriakin. Tapi gue, hirauin teriakan ibu itu, palingan nyaut sebentar, terus lanjut ke alam mimpi dengan guling yang menutupi telinga. Gue yang masih menikmati mimpi setiap seasonnya dan ibupun mulai naik darah. Ibupun masuk ke kamar pelan-pelan, seketika itu juga “bbyuuuuuuuuuuuuuuuuuussssssssss” hujan lokal. Ternyata ibu ngeguyur gue satu gayung air. Sudahlah kasur berubah menjadi pulau dan mimpi-mimpi pun pudar. Kaget. Gue cuma bisa ngeliatin muka ibu yang mulai berasep. Hah, terpaksa harus beranjak dari mimpi, dengan mata yang masih sepet, langkah kaki yang masih melunglai, harus berjalan ke kamar mandi. Ini nih yang namanya perjuangan. Perjuangan mendapatkan segenggam cinta. Halah. Karena jalannya seakan gak napak, sempoyongan kayak tertiup angin topan, saat itu juga “bruuuk” (nabrak pintu). Aaaaaaaaaaaaaaaaa, gilaa sakit sakitt bangeeeeet!! (teriakan mengguncang dunia).

Mandi cuman sekedar basah, sikat gigi seniatnya. Yang penting intinya mandi.
“giooooooo” panggil ayah sambil mengetuk pintu.
“(pura-pura gak denger)”
Alunan instrumen tak pernah lepas terputar menemani kegiatan pagi, dimulai dari mengenakan seragam. Menikmati sekali setiap nada yang keluar, ah.. alunan musik klasik slalu berhasil membuat senyum semuringah. Terlalu santainya, gue sampe gak liat jam dan “Jreeeng Jreeeng” jam menunjukkan pukul 06.30 pagi. Habis kena hukuman ini, telat! Tapi, tapi sudah biasa. Kekhawatiran mengurang sedikit.
“aku berangkat” sambil pake sepatu diteras rumah.
“sarapan dulu gii”
“sudah nanti aja disekolah,”
“yasudah, hati-hati”
“(salim)” tak pernah lupa ibu slalu mencium kedua pipiku. Sungguh ini hal yang paling lebay. Pake acara cipika cipiki. Entah aku slalu tak nyaman dengan cipika-cipiki itu, yah aku beda dengan kakak-kakakku.
          Jam terus berputar, namun aku melambatkan langkahku. Tanpa takut telat dan hukuman yang siap menguras energi. Headset menempel ditelinga, berjalan santai tanpa beban. Seketika terfikir kamarku yang masih berantakan.
“oh nooo, lagi-lagi lupa beresin kamar. Baju – baju masih geletakkan dikasur, meja belajar yang beralih fungsi. Ibu pasti marah nih nanti siang.” Ya sudahlah, resiko.
“I’m sorry mom” ucapku dlam hati.
          Cus, bukan jakarta namanya kalau gak macet. Bener gak ? gak heran lagi melihat kumpulan kendaraan numpuk disatu kawasan. Tak ada ruang gerak untuk berjalan, terpadati. Sama halnya dengan hati ini. Halah. Jakarta yang sekarang bukanlah jakarta yang dulu. Polusi bercampur jadi satu, membuat sesak dan pengap. Masih aja betah hidup di kota metropolitan.
          Sampai disekolah, gerbang udah ditutup. Tpi, ada giru piket yang lagi bertugas ngasih hukuman buat yang telat dan akulah salah satunya. Telinga ini seperti sudah terlapis baja. Uda kebal aja dengerin omelan guru-guru, biangnya telat sih. Hukuman adalah sarapan yang enak disekolah. Itung-itung olahraga pagi. Jangan ditiru~
Hukuman kali ini beda dari biasanya, bukan lagi lari keliling lapangan, tapi... bersihin ruang kepsek yang luasnya se-stadion gelora bung karno (ini berlebihan). Wajar sih, uda kelewat batas. Telat kok tiap hari -_-, woleslah. Mood pun hilang, yang menguntungkan adalah gak ikut pelajaran memusingkan dan kilernya guru itu.
(selang sejam kemudian)
“demi apa, fix! ini lebih-lebih capek dikejar orang gila prapatan” duduk, menyandar ditembok. Badan serasa digebukin sama sumo. Rasanya pengen ni badan di ganti dulu. Ibarat hp uda low banget.


  #bersambungdulu

Komentar